Sebelum ini dan itu menjelang peringatan hari Kemerdekaan Papua Barat, pada saat mana rakyat Papua melakukan komteplasi (renungan), pada hari yang dianggap sakral bagi keberlangsungan harkat dan martabat diri orang Papua yang di injak-injak oleh kolonialis saat ini, yang jatuh pada tanggal 1 Desember 2005, Gubernur Papua, Yap Salossa, mengatakan bahwa, "Orang Papua bukan tamu di RI, tapi sebagai bagian integral dari NKRI". Demikian judul orasi, Sang Gubernur di hadapan para Petinggi RI sebagai "orasi ilmiah" dalam peluncuran disertasi bukunya yang dibacakan di depan LEMHANAS, Jakarta.
Papua Koloni Indonesia
Judul "orasi ilmiah" demikian, apalagi oleh seorang Gubernur (orang no 1 Papua), adalah cukup menyenangkan bagi pendengar yang mayoritas hadirin adalah memang, saat sedang bergelut mengatasi gelombang kemerdekaan, apalagi penjelang peringatan kemerdekaan oleh terjajah adalah cukup menyejukkan hati bagi penjajah. Namun penulis sengaja memberi tanda petik dalam menulis orasi ilmiah, mengingat tidak ada nilai ilmiah dalam judul disertasi Sang Gubernur, karena statemen demikian sangat berbahaya bagi kebanyakan kita apalagi hampir masyarakat Papua oleh akibat penjajahan secara sistematis tidak cukup terdidik sebelum ini dapat menelan bulat-bulat yang dapat berakibat fatal nantinya.
Oleh sebab itu penulis ingin mengomentari, benarkah Papua bagian integral dari RI? Dan karena itu orang Papua bukan tamu di Indonesia? Padahal anak-anak SD bahkan TK hari ini di Ayamaru, Sorong Pedalaman, tahu jawab, kapan Indonesia merdeka dan Anak Bangsa Papua tidak pernah/belum pernah ada ikut memanggul bambu runcing misalnya dalam perjuangan kemerdekaan RI itu. Bahkan lebih jauh anak-anak TK/SD di Ayamaru, Aitinyu atau Aifat, tahu bahwa indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus tahun 1945.
Tapi Paitua kita yang satu ini, baru setor muka di RI saja dengan secara gegabah dan tanpa malu sedikitpun terhadap dirinya yang hitam dan keriting, ditengah Lemhanas yang penuh oleh orang melayu Asia yang memjajah dirinya -Yap Salossa-, tidak merasa malu membawakan "orasi ilmiah" dengan judul demikian itu. Nampaknya Pace sesudah jadi Gubernur satu periode ingin mau tampil lagi keduakalinya yang konon berpasangan dengan Paskalis Kosai seakan memperlihatkan kualitas diri sebagai uji kelayakan untuk memimpin lagi sebagai, (maaf) penjilat patat NKRI.
Padahal Papua diintegrasikan secara paksa atau diinvasi dan selanjutnya sampai detik ini dalam proses aneksasi oleh RI setelah 18 tahun merdeka, tepatnya Indonesia merdeka tahun 1945, sedangkan Papua dicaplok dari tangan Belanda oleh Soekarno, Presiden RI pertama, yang ambisius ini pada tahun 1963. Maka herankah kita kepada Gubernur Yap Salossa yang membawakan judul orasi demikian? Adalah sangat aneh, padahal kita adalah penumpang dari tengah jalan di dalam kereta yang bernama NKRI, dan bukan penumpang dari satu stasiun atau terminal yang sama sebagaimana dugaan Gubernur Papua dihadapan sidang Lemhanas RI.
Statemen demikian sangat berbahaya bagi generasi muda, tapi begitu di hadapan bangsa pengabdi (baca; penjajah, kolonialis), semua seakan sudah kehilangan keseimbangan sehingga Gubernur secara tidak sopan dan malu terhadap dirinya yang memang lain, namun demi untuk apalagi kalau bukan uang, jabatan dan mungkin juga paha putih? Semua harus begitu. Hal demikian paling dikhawatirkan oleh kita adalah apalagi generasi muda nanti akan menjadi bermentalitas budak dan kalau ini dibiarkan terus-menerus begini akan dapat menyebabkan Bangsa Papua Barat seperti Suku ABORIGIN di Australia nantinya, dan itu sangat berbahaya.
Namun hal lain juga yang penulis duga keras adalah hampir semua para pejabat Papua kalau memiliki mentalitas sama dengan Yap Salossa, Gubernur Papua saat ini. Kalau demikian semua kita akan kapan bisa Merdeka? Biarlah nanti generasi muda atau anak-anak SD Ayamaru, nanti akan mengerti kelak bahwa kita belum pernah dan sama sekali tidak ada kontribusi didalam kemerdekaan Indonesia karena kita juga sebagai bangsa yang berdaulat tetap harus berjuang menuju kemerdekaan sebagaimana bangsa-bangsa lain agar berdiri sejajar dengan Indonesia bukan tunduk-tunduk dan menjilat atas perintah orang lain.
Oleh sebab itu anak-anak di pedalaman Ayam Maru akan koreksi atas sikap dan performance Gubernur ini sebagai relativitas hukum sosial yang terbatas oleh zaman dan tempat, dan terpaksa harus terjadi yakni sekalipun kemudian mereka nantinya akan tahu bahwa ternyata semua pahlawan didalam buku sejarah gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak ada orang Papua yang seperti beridentitas dirinya, sehingga kesadaran dan self of confidensinya akan muncul untuk mengangkat senjata melawan penjajah.
*** ***
Kebebasan, persamaan, keadilan dan kemanusiaan untuk menentukan nasib sendiri sebagai bangsa berdaulat merdeka
Senin, 05 Mei 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar