Konsep Nasionalisme, Suku Dani Jayawi Jaya, adalah salah satu aspek dari budaya-budaya Papua. Karenanya tidak ada pretensi penulis disini mengganggap bahwa budaya SukunDani, adalah satu-satunya pandangan. Karena setiap pandangan selalu dan selamanya pandangan parsial, tidak comprehenshif sekaligus. Karena menyangkut unsur subyektivitas, tempat dan waktu yang selalu dan selamanya relatif, yang itu berarti bahwa Pandangan Suku Dani Lembah Baliem mengandaikan relativitas pandangan manusia.
Konsep nasionalisme yang ingin diperkenalkan disini, setidaknya dapat mewakili salah satu, dari sekian banyak pandangan masyarakat Papua, yang pada dasarnya mirip dan sama. Karena itu yang dicoba tampilkan disini adalah salah satu dari sekian banyak pandangan yang sesungguhnya jika diamati berada pada satu titik sentral, yakni manusia Papua yang mengganggap dirinya dan semua suku bangsa lain Papua dalam mithologinya menganggap, bahwa hajkekat asalinya semua manusia berasal dari satu sumber asal kejadian (geneologis). Jadi singkatnya bahwa dalam pandangan Suku Dani Lembah Baliem Jayawi Jaya Papua dalam mithologinya mengajarkan, tidak hanya semua manusia Papua; tapi semua umat manusia dimuka bumi, adalah satu nenek moyang yang pernah muncul dari dalam goa dimuka bumi di sekitar Maima (Wesapot).
Pandangan demikian didapati dalam budaya atau religi Baliem Jayawi Jaya. Ketika awal mula manusia muncul dimuka bumi, di Wesapot/Maima, daerah Lembah Baliem Selatan adalah salah satu tempat dari berbagai mithology, semua suku bangsa Papua yang ingin diangkat dalam tulisan ini guna mencari akar sejarah manusia Papua, guna mencari definisi nasionalisme dalam perspektif budaya Papua Asli.
Namun dengan derasnya arus transformasi nilai-nilai baru terutama agama semit (Yahudi, Kristen dan Islam) membawa pandangan berbeda dapat mengakibatkan pergeseran nilai-nilai lama itu tergantikan oleh nilai baru dari agama. Disamping itu harus kita diakui bahwa derasnya arus informasi dan globalisasi informasi dewasa ini dapat berdampak pada perubahan konsepsi, apalagi, kita selamanya tidak pernah steril dan secara sanggup dapat mempertahankan konsepsi lama pada era perubahan masa kini, misalnya pandangan akan mythology asal mula kejadian manusia menurut budaya Suku Dani.
Karena kita hidup pada masa dimana semua nilai lain dan baru saling mempengaruhi. Namun penting disini adalah nahwa kita ingin memperkenalkan salah satu pandangan lama kita soal diri kita yang berarti mythology asal kejadian diri kita sendiri, terlepas benar-salah, sebagaimana juga nilai-nilai baru yang kita terima tidak terlepas juga dari benar salah sehingga juga sepenuhnya bersifat subyektip bagi orang lain. Maka nilai lama misalnya pandangan asal-usul kejadian manusia seperti Suku Dani tetap relevant diangkat disini. Walaupun harus diakui juga disini bahwa oleh akibat tawaran nilai-nilai ideal baru yang masuk dan ditawarkan dari luar yang mengaku lebih benar dan absah dapat saja menyebabkan nilai-nilai utama (par exelance) sendiri secara salah dianggap feriferal adalah sesungguhnya suatu kekeliruan dan kesalahan berfikir kita sendiri.
Perubahan zaman serta transformasi nilai-nilai baru dalam budaya bangsa Papua dan usaha manusia Papua yang ingin mewujudkan masa lalunya pada konteks sosial budaya kekinian yang terus berubah adalah suatu pergumulan yang tanpa usai.
Oleh sebab itu disini, ada baiknya, nilai manusia Suku Dani, Jayawi Jaya masa lalu itu seperti apa dan mengapa sehingga kita selalu ingin mewujudkannya dalam masa kekinian (kontemporer), dikala zaman sedang berubah adalah tujuan tinjauan tulisan disini nanti. Nilai-nilai lama dihayati kini pada saat proses perubahan sosial terus terjadi yang berarti terkait dengan perubahan pandangan kepribadian diri kita sendiri dan terhadap orang lain.
Semua para ahli mengakui bahwa keseluruhan budaya Papua, yang masing-masing pandangan itu satu sama lain memiliki kesamaan, dalam memandang manusia dan asal kejadian manusia dimuka bumi sebagai nenek moyang awal berasal dari satu tempat. Perbedaan hanya dalam soal tempat. Karena masing-masing suku mengakui asal daerahnyalah asal mula semua manusia muncul dan menyebar ke seluruh dimuka bumi. Sehingga tulisan disini dapat mewakili salah satu dari semua persamaan pandangan itu. Kecuali perbedaan terletak pada lokasi, moeity (marga), klan, konfederasi dan aliansi perang suku.
Budaya Orang Dani, Jayawi Jaya adalah suatu budaya yang berorientasi pada masa lalu. Orang Dani, Jayawi Jaya senantiasa dan selalu ingin mewujudkan masa lalu nenek moyang pada masa kekiniannya adalah suatu usaha senantiasa dan terus-menerus tanpa henti. Manusia Jayawi Jaya memandang dirinya adalah manusia sejati (superior). Masing-masing clan menganggap dirinyalah yang asli tanpa memandang selainnya inferior (rendah). Karena itu Orang Dani Jayawi Jaya tidak ada sikap ketundukan ataupun membudak pada orang lain selain dirinya. Peninjau asing mengakui ini sebagaimana berikut :
"Dr. H.L. Peters yang menulis disertasinya mengenai kebudayaan Balim berjudul “Some observation of the social and religious life of a Dani-Group” (1975) dalam salah satu kunjungan selama enam bulan di Balim, berkesan bahwa, 'biasanya orang Balim mengurus hidupnya sendiri dengan baik dalam bermacam-macam situasi. Mereka menyelenggarakan pesta-pesta raya dan menjamu ratusan tamu secara tertib. Penampilan asli orang Balim pada umumnya menunjukkan bahwa mereka tahu harga diri. Dalam cara hidup mereka tidak tampak sikap membudak atau menundukkan kepala kepada orang lain atau siapapun juga. Mereka lebih sering mengambil inisiatif sendiri dan tidak mengenal struktur-struktur yang ditata rapi dan harus menantikan perintah dari atas'. (Myron Bromley, dalam Astrid S. Susanto-Suario, 1994)
C. Kekerabatan
Masyarakat Jayawi Jaya, tidak menamakan dirinya Suku Dani. Tapi menyebut dirinya dari nama sungai yang mengaliri wilayah disekitar daerah tempat tinggalnya. Kecuali itu penyebutan nama Suku Dani adalah asing bagi mereka yang sudah terlanjur dipupulerkan dalam berbagai laporan ilmiah oleh para peninjau asing. Karena itu umumnya masyarakat Jayawi Jaya di Lembah Balim Wamena, masing-masing menyebut dirinya dari nama sungai seperti Pelewaga berasal dari nama sungai Peleima, welesi dari nama sungai Uweima, Sinata (kini Megapura) adalah dari nama pohon Sin, Hepuba berasal dari nama sungai Hepuima/Wiaima,dan Hitigima dari nama hitigima.
Masyarakat Baliem Selatan dari semua daerah dengan nama masing-masing daerah tersebut diatas adalah suatu gugusan desa-desa atau kesatuan wilayah dengan pola kekerabatan menjadi terikat satu sama lain dan membedakan diri satu sama lain berdasarkan masing-masing gugusan kelompok tempat tinggalnya, clan, marga (Nyukul Oak, moiety), konferderasi perang dan aliansi.
Masing-masing kelompok terdiri dari dua belahan moety (belahan) yang diatur dalam pola perkawinan secara teratur. Dua belahan moety memungkinkan kedua bela pihak saling melindungi, menghidupi dan berkembang dalam pola perkawinan yang teratur bersifat patriarki. Hal ini diungkapkan dalam ungkapan sehari-hari dalam sapaan diantara mereka seperti :
"Nahgosa (mamaku), neak (anakku)".
Ungkapan demikian ini diucapkan sesama lelaki yang artinya “mamaku”, “anakku”, yang secara konfensional adalah sapaan umum terhadap perempuan. Ungkapan seperti ini mengandaikan; tanpamu aku tiada, dan akupun tiada tanpamu atau tanpaku engkau tiada. Engkau penyebab keberadaanku. Suatu pola hubungan kekerabatan yang erat dan saling menghidupi, bagi keberlangsungan etnisitas mereka.
D. Kepemimpinan (Big Man)
Kepala Suku adalah orang yang berani dalam memimpin pertempuran perang suku dan mampu memimpin warganya dalam keadaan sulit. Sehingga kepemimpinannya adalah hasil prestasi sendiri bukan karena warisan. Pemimpin Suku Dani Jayawi Jaya, sebagai kepala suku, orang besar, adalah jika terdapat hal-hal berikut ini untuk dapat menaikkan bintang nama kepemimpinannya sebagai pemimpin adalah : Pengakuan akan keberaniannya memimpin perang suku, berani mengambil keputusan dalam keadaan sulit, kualitas pembicaraan yang baik/kepandaian berdiplomasi, bersikap lemah lembut kepada semua orang besar kecil, dan selalu tahu segala soal.
Tapi keberanian berperang dan ketepatan mengambil keputusan dalam kesulitan, adalah kepribadian paripurna (par exelence) seorang pemimpin dalam tipologi masyarakat suku Dani Baliem Selatan. Seorang Pemimpin Jayawijaya, Suku Dani adalah seseorang yang memimpin pesta adat di Honai dan memiliki hubungan yang luas dimasyarakat.
Pemimpin Jayawijaya adalah orang yang tidak memandang orang lain rendah. Tapi menghormati semua orang tanpa memadang usia dan jenis kelamin, suku, marga dan menerima tamu dengan layak. Pemimpin Suku Dani adalah seseorang yang mengaku dirinya kepu (orang biasa) dan dengan warga suku lainnya tidak merendahkan. Tidak membanggakan dirinya sebagai orang besar. Tapi dapat bergaul baik dengan semua lapisan masyarakat. Dapat dimintakan jasanya dan dikunjungi waktu kapan saja. Memberikan miliknya yang berharga dan bernilai dimasyarakat.
E. Religi
Konsepsi Suku Dani, bahwa manusia pertama muncul dari sebuah lubang gua daerah Maima. Tapi karena sejarah konsepsi religi Manusia Balim adalah rahasia bagi orang lain, apalagi orang luar, maka penyebutan dari lokasi mana adalah suatu kerahasiaan masing-masing marga. Sebahagian menyebut manusia awal mula muncul dari daerah Wesapot (kini Kecamatan Hitigima, dekat muara sempit sungai Baliem/arus air deras).
Masing-masing marga mengakui daerahnya dan tempat keramatnya sebagai asal dan awal mula manusia pertama muncul dimuka bumi. Tapi mereka umumnya mengakui dan merahasiakan pada orang lain, dari keturunanya, yang bersifat patrineal. Orang tua yang lebih mengetahui, mengatakan; "Manusia muncul awal mula dimuara sungai antara Baliem dan Eageima". Tempat itu kini ditutupi oleh sungai Eageima (Eagenyma). Nama daerah itu kini disebut dengan nama :
"Wesapot, yang artinya; "dibelakang keramat"/"rahasia dari ada". Terdiri dari dua kata yaitu : Wesa = "keramat/rahasia/tabu/tidak boleh". Apot = "dibelakang, "tertutup (rahasia)". Jadi Wesapot artinya; "dibelakang semua (rahasia), atau “dibalik rahasia”.
Tatakala manusia mula-mula muncul dari lubang itu, yang paling pertama keluar adalah mereka yang menepati dan menguasai area lokasi ditempat ini, Wesapot. Didaerah ini sebagai tempat keramat, masih ada sisa-sisa jejak manusia awal itu. Manusia asal yang di sebut dengan nama Naruekut dapat diditemukanada disini. Jejak-jejak manusia asal dimasa lalu dengan sisa-sisa jejaknya dapat ditemukan masih ada di daerah sekitar Wesapot. Ukumearik, Kepala Suku Besar (big man) dari Lembah Baliem yang menerima Injil pertama utusan Missionaris dari Amerika adalah salah satu bukti dari daerah ini.
Hitigima dan terutama sekitar Wesapot dianggap oleh warga Suku Dani Jayawi Jaya sebagai daerah keramat yang "ditakuti"/dihormati. Daearah ini dianggap daerah asal mula nenek moyang manusia pertama muncul. Ukumearik adalah kepala Suku terbesar dan paling utama dari semua kepala suku Lembah Baliem, Jayawi Jaya yang ada pernah lahir dan muncul dalam sejarah manusia Baliem dari daerah ini.
Miron Bromly, Missionaris asal Amerika, sekaligus ahli bahasa dan antropologi yang kini masih hidup di Wamena, yang menerjemahkan injil dalam bahasa Baliem Selatan (Tangma, Kurima); menjelaskan bahwa Orang Baliem Selatan, memandang matahari dengan rasa takut sekaligus dengan rasa hormat. Karena itu orang-orang yang lebih "mengerti" tidak lama-lama memandang matahari. Simbol matahari terkait erat dengan benda sakral yang hingga kini disimpan didalam lemari (ka'kok), honai pria. Benda yang disimpan didalam lemari Honai pria adalah berupa batu hitam, sejenis dengan axe. (Kebudayaan Jayawijaya 1997).
Batu jenis ini pada masa lalu dapat pula dibentuk menjadi kampak, mahar perkawinan dan kematian. Dalam bahasa Dani batu serupa ini disebut dengan nama "Ye Eken". Tapi Ye Eken berbeda dengan Hareken sebagai simbol kekeramatan yang padanya bergantung segala pandangan baik-buruk, kesuburan dan satu-satunya benda yang dihadirkan dan diarahkan dari semua aktivitas hidup dan kehidupan manusia Baliem.
Hareken dapatpula disebut dengan nama tugi/tugieken. Nama ini arti sebernarnya terkait dengan nama manusia awal. Manusia awal yang dianggap sebagai "Tuhan" dalam religi manusia Jayawi Jaya itu adalah asal nenek moyang yang telah pergi naik kelangit. Manusia asal itu kini menjadi matahari dan menerangi manusia di bumi. Maka matahari ada hubungannya dengan benda keramat yang disimpan di Honai keramat pria. Honai tempat dimana terdapat benda "tugi atau hareken" dinamakan dengan "kanekala atau tugiaila".
"Hareken" terdiri dari dua kata yakni Har = Engkau. Eken = Inti/Pusat. Jadi Hareken adalah "Pusat Engkau". Tapi pengertian lain dari terjemahan "hareken/tugieken" sebagaimana dalam buku Kebudayan Jayawijaya; Myron Bromly, menerjemahkan pengertian "Hareken/Tugiken" agak lain atau sama dengan pengertian; Wesapot, "dibelakang rahasia". Jadi, "dibelakang dari ada" atau Hareken adalah “rahasia dibalik dari ada". Hal ini dapat di ungkapkan dengan kalimat dalam bahasa Baliem Selatan sebagai berikut : Yimeke Timeke Timeke Ero Pakiat Atukenen: artinya “sumber segala sumber berasal”. Kaneka atau Tuguken adalah yang dimaksudkan dengan "sumber segala sesuatu berasal".
*** ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar