Praktis sudah tidak ada pemimpin Papua yang disegani pasca martir, Theys Hiyo Eluay. Para pemimpin di PDP lebih banyak memikirkan proyek Otonomi Khusus Papua daripada memperjuangkan idealisme mereka sendiri, Papua Merdeka. Pada saat ini umumnya para pemuka masyarakat Papua terperangkap pada strategi kolonial sehingga lebih sibuk urus Otsus Papua, pemekaran, proyek menjadi pejabat ini dan itu, sebagai senjata ampuh kolonial, untuk mematikan idealisme Papua sebagai sebuah bangsa dan negara berdaulat penuh.
Tiadanya kebiasaan mengorganisir diri dalam pergerakan Papua berakibat langsung pada krisis kepemimpinan Papua. Selama ini orang Papua jarang atau malah tidak biasa membiasakan diri mengorganisir gerakan perjuangan secara sistematis terstructur dalam organisasi pergerakan perjuangan sebagai sebab utama krisis kepemimpinan Papua pasca kepemimpinan Theys Hiyo Eluay dewasa ini. Kepemimpinan gerakan perjuangan Papua muncul secara isidental dan alami. Perjuangan tidak disusun secara terstructur layaknya sebuah organisasi gerakan perjuangan.
Sebagai akibatnya, kepemimpinan Papua bersifat insindental menunggu munculnya seorang pemimpin secara alami. Padahal yang dibutuhkan kenyataan Papua saat ini adalah kemimpinan terorganisasi secara kuat, tegas, independent, dan refresentatif mempertahankan prinsip-prinsip nilai utama sendiri, idealisme Papua, untuk menentukan nasib dan masa depan sebagai sebuah bangsa. Untuk tujuan itu, maka dibutuhkan suatu kepemimpinan dari dalam organisasi yang kokoh, terstructur rapih. Sehingga berani menentang dan menyatakan: Tidak! Pada semua hegemoni kapitalisme dan kolonialisme.
Pemimpin ideal yang dibutuhkan Papua Barat saat ini adalah seseorang yang dengan berani menentang pendudukan asing dengan mempertahankan prinsip, idealisme Papua tanpa terpengaruh oleh bujuk rayu, jabatan, uang, wanita dan lain fasilitas yang ditawarkan kolonial. Pemimpin adalah seseorang yang tegas pada pendirian sendiri, serta membela nasib ketertindasan dan penganiayaan rakyat oleh kolonialisme dan memelihara kepentingan bangsa dan rakyatnya. Kepemimpinan demikian diharapkan muncul dari lembaga PDP, malah para pentolannya, bubar berpencar menduduki diberbagai lembaga buatan kolonialis.
Walau ada pengganti Dorteys Hiyo Eluay di PDP, yang lebih banyak bicara, Sekjennya saja (Thaha Al Hamid). Ketuanya “duduk manis”, sebagai direksi PT Freeport dengan gaji besar dan uang melimpah, membuat para pemimpin semakin dininabobokan saja, untuk memperjuangkan nasib harkat dan martabat bangsanya yang terbelakang oleh akibat penjajahan berkelanjutan kolonialisme dan kapitalisme Amerika yang terus menghegemoni masa depan nasib bangsa Papua Barat berdaulat, semakin tidak jelas arah dan tujuannya.
Kelemahan utama perjuangan Papua adalah tiadanya pemimpin yang kuat, tegas, berprinsip, tidak mudah kena rayuan gombal penjajah, dengan tawaran uang, jabatan, dan wanita juga minuman dirasakan di Papua Barat saat ini. Umumnya para pemuka rakyat Papua terjebak pada politik pragmatis, kebutuhan sesaat, berhadapan penjajah.
Kekalahan demi kekalahan telah banyak menuai rakyat Papua Barat. Perlawanan dan manuver politik oleh pemimpin hanya Thaha Al-Hamid, tidak berarti kecuali hanya melahirkan beberapa penyakit masyarakat, seperti wacana pemekaran Irian Jaya Selatan dan pengucurana dana Otsus oleh pemerintah sebagai senjata paling ampuh bagi kolonialis, untuk melemahkan para pemimpin Papua Barat. Padahal iming-iming jabatan dengan uang melimpah adalah lagu lama penjajah yang tanpa disadari para pemimpin Papua.
Sejak Otsus diterima dengan syarat (oleh PDP), adalah awal kekalahan diplomasi para pemimpin Papua (PDP) berhadapan dengan kolonialisme. Selanjutnya, Jakarta semakin merambah, diantaranya dengan mengucurkan uang pinjaman luar negeri membuat para Pemimpin (pejabat) semakin meninabobokan saja tanpa menyadari bahwa kekayaan alam Papua semakin terkuras. Bahkan issu peluncuran satelit di Biak Papua Barat sebagai contoh kasusu bahwa para pejuang Papua total kalah bertekuk lutut dikaki kolonialis, tanpa bergaining dihadapan Internasional.
Sebagai akibatnya pihak kolonialis, pelan tapi pasti, membiarkan begitu saja, tanpa ada kepedualian, penyebaran penyakit mematikan HIV/AIDS yang akan menyebabkan ledakan kematian penduduk Ras Melanesia di abad 21 ini, sebagai pembunuhan massal tanpa senjata, ditambah lagi saat ini ada issu makanan/minuman beracun belum lagi habis. Penjajah membuat pergeseran issu baru, semakin memperrumit masalah, menguras pikiran, mana yang mau dipilih lebih dahulu apakah menolak ini atau menerima yang itu, mengatasinya, adalah masalah lain dihadapi, kalau Ostsus papua diterima PDP.
Pemekaran Irjabar belum selesai, muncul issu pemekaran Ijateng, Irjasel, illegal logging (pencurian kayu, yang diberi izin?), pencurian ikan, dll bentuk pencurian, penjajah buat issu baru peluncuran saltelit di Biak adalah pengalihan issu penyebaran makanan dan minuman beracun sebagai proyek pembunuhan secara sitematis tanpa menggunakan senjata. Penjajah dan para kapitalis internasional tidak merasa bertanggunggung jawab atas kematian begitu banyak rakyat Papua Barat yang tidak berdosa oleh penyakit HIV/AIDS dan makanan/minuman beracun secara sis-sia.
Mengapa hal ini dibiarkan? Menteri Kesehatan membiarkan dan seakan tidak peduli dengan Rakyat Papua Barat mati terinveksi HIV/AIDS dan makanan/minuman beracun. Mengapa masalah Otsus belum beres dan dilaksanakan secara konsisten, rakyat Papua Barat diperhadapakan lagi dengan soal pemekaran Irja Selatan, kemudian kini dengan peluncuran satelit di Pulau Biak Papua Barat, mengapa?
Semua pertanyaan jawabannya hanya satu, Papua saat ini krisis Pemimpin sekelas, Oskup Bello, Nelson Mandela, Uskup Tutu, Xanan Gusmao, Soekarno, Muhammad Hatta, Hassan Tiro (GAM), Cut Nyak Din, Malcom X, Martin Luther King Jr, Ayatullah Imam Khumaini, Mahatma Ghandy, Theys Hiyo Eluay, yang berani menolak dan menyatakan tidak pada penjajah. Papua saat ini belum memiliki seorang pemimpin legitimid yang kuat dan revolusioner. Sebagai akibatnya yang berarti adalah akibat langsung stagnasi gerakan perjuangan saat ini menjadi masuk akal kalau kemudian perjuangan disatu pihak dan pembunuhan rakyat Papua secara sistematis berjalan tidak ada perlawanan sama sekali para pemimpin Papua Barat.
Kalau begitu harus bagaimana untuk mengatasi ini? Adakan pertemuan bersama para pemuka masyarakat Papua, duduk bersama, tentukan pemimpin, susun struktur organisasi. Pilihannya hanya ada dua : Dialog Internasional atau referendum kalau tidak Papua habis! Masalah Papua Barat saat ini adalah krisis kepemimpinan alias tidak ada pemimpin refresentatif (diakui digunung dan dipesisir/pulau) sebagai seorang pemimpin nasional Papua untuk menyelamatkan nasib masa depan Papua Barat berdaulat penuh.
*** ***
http://suararakyatpapua.blogspot.com
*** ***
http://suararakyatpapua.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar